Foto : Anambas [sumber: detik.com]
Di suatu daerah yang berada di Sumatera, tepatnya Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Kepulauan Anambas yang terkenal dengan kabupaten seribu pulaunya, terdapat sebuah dusun bernama Dusun Besuh. Dusun ini termasuk dalam Desa Genting Pulur, Kecamatan Jemaja Timur, salah satu dusun yang mendapat bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan kapasitas 15 Kwp. Dusun ini berada di daerah terpencil, terisolisas, dan terdepan Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia dan Laut Cina Selatan. Perjalanan saya melihat Indonesia lebih dalam dimulai dari daerah terdepan ini.
Cerita pengabdian sebagai Patriot Energi ini baru dimulai bulan November 2015 sampai Maret 2016. Para Patriot banyak belajar, mendengarkan, mengamati, dan bekerja bersama-sama rakyat dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memanfaatkan segala potensi alam di daerahnya sendiri.
Masyarakat Desa Genting Pulur, seperti halnya masyarakat Anambas umumnya, merupakan suku Melayu yang menganut agama Islam. Desa Genting Pulur adalah desa baru pemekaran dari Desa Ulu Maras sejak tahun 2008. Rumah masyarakat di desa ini sebagian besar terbuat dari kayu, seperti rumah panggung di atas laut. Setiap hari mereka bekerja sebagai nelayan, entah itu menangkap ikan atau memelihara ikan hidup seperti kerapu, napoleon, dan sunu.
Baca Juga: LILIN HARAPAN DESA TELUK BAKAU
Desa Genting Pulur memiliki sebuah sekolah dasar meskipun fasilitasnya belum memadai, posyandu, karang taruna, kantor desa, masjid yang dalam tahap pembangunan, puskesmas pembantu, lapangan bola voli, lapangan sepak bola, dan lapangan sepak takraw.
Sebelum PLTS masuk, desa ini masih menggunakan genset yang hidup dari jam 18.00-23.00 WIB. Mereka bergantung pada minyak solar untuk mesin gensetnya. Belum ada kepastian kapan desa ini akan dialiri listrik PLN. Pada tahun 2013, sempat ada bantuan PLTS tiap -tiap rumah atau yang disebut dengan Solar Home System masuk ke desa ini, namun tidak berjalan lama, hanya 1 tahun sudah rusak dan selanjutnya panel suryanya digunakan untuk penerangan mesin pompong (perahu nelayan).
Menurut survei tahun 2013, Dusun Besuh dihuni oleh 35 KK, namun kenyataannya tahun 2015 ini penghuninya tinggal 20 rumah karena anak-anak yang akan masuk SD harus ke pusat desa sehingga banyak warga yang lebih memilih tinggal di pusat desa dibanding di Dusun Besuh. Menurut cerita, warga Besuh awalnya tinggal di Besuh daratan dengan aktivitas berkebun, beternak lembu dan ayam, juga mencari ikan. Namun, kehidupan di darat tidak semenarik di lautan sehingga warga mulai membuat rumah panggung di atas laut yang terbuat dari kayu. Mereka mulai bekerja mencari ikan hidup, seperti napoleon, kerapu, dan sunu yang akan dijual ke kapal Hongkong dan penghasilan mereka sungguh menggiurkan daripada mencari ikan mati.
Menyoal pendidikan di Desa Genting Pulur, hampir semuanya lulusan SDN 004 Genting Pulur, anak-anak yang mau sekolah PAUD harus ke Desa Ulu Maras yang jarak tempuhnya 15 menit, SMP hanya satu di Ulu Maras, untuk SMA di Letung dengan jarak tempuh 30 menit, SMK di Bukit Padi sekitar 20 menit. Bagi yang ingin kuliah harus ke luar Anambas. Fasilitas sekolah pun tidak sebaik dan selengkap di Jawa, internet dan buku perpustakaan yang merupakan kebutuhan primer sangat terbatas, informasi susah mereka dapatkan. Ironis sekali kehidupan masyarakat di wilayah terdepan Indonesia.
Baca Juga: WONDER WOMAN DARI MENTAWAI
Di desa hanya ada puskesmas pembantu dengan 1 perawat dan bidan. Fasilitasnya terbatas, ujung-ujungnya harus dibawa ke Rumah Sakit Bergerak di kecamatan, kalau sakit parah malah harus dibawa ke provinsi, di Rumah Sakit Umum Tanjung Pinang. Perjalanannya juga panjang, ditempuh dengan kapal laut sekitar 10-16 jam dengan jadwal yang tak menentu. Banyak dari mereka yang tak sempat dibawa ke rumah sakit meninggal di perjalanan ataupun di rumah mereka.
Merintih rasanya hati ini jika melihat keadaan mereka yang seharusnya dapat penanganan yang terbaik, namun apa daya keadaan tidak memungkinkan. Masyarakat Anambas umumnya menderita penyakit asma dan darah tinggi. Karena keterbatasan pengetahuan dan informasi mengenai obat- obat herbal di sekitar mereka, mereka lebih senang ataupun terpaksa mengonsumsi obat-obat kimia yang hampir jadi makanan mereka sehari-hari.
Anambas memiliki potensi daerah yang bagus untuk dijadikan tempat wisata, hutannya juga subur untuk ditanami tanaman sayuran, buah-buahan, ataupun pertanian, air bersih pun melimpah. Sampah nonorganik di daerah ini sebenarnya bisa dijadikan kerajinan, seperti tas, dompet, atau tikar. Selama ini, sampah di desa hampir semuanya dibuang ke laut dan sebagian ditumpuk lalu dibakar. Masyarakat desa sangat antusias ketika ada pelatihan kerajinan tangan dari sampah. Selain bisa turut menjaga lingkungan, hal ini bernilai ekonomi.
Saat ini PLTS terpusat di Dusun Besuh sudah bisa dinikmati selama 24 jam, meskipun hanya dengan daya 300 watt/jam. Penggunaan minyak untuk lampu tempel menjadi berkurang. Mulai bulan Februari genset sudah tidak digunakan lagi karena solarnya sudah habis dan masyarakat tidak kuat untuk membayar iuran tiap bulan. Iuran PLTS tiap bulan pun lebih murah, yaitu Rp30.000, bila dibandingkan iuran solar genset yang tiap bulan bisa mencapai Rp60.000-Rp150.000. TV Umum juga menjadi hiburan menyenangkan untuk warga setiap malamnya. Senang sekali melihat kebersamaan dan kekeluargaan masyarakat Dusun Besuh. Semoga PLTS ini bisa dirawat dengan baik sehingga bisa bertahan lama.
Cerita ini adalah bagian dari buku 99 Kisah Jalan Sunyi Pemberdaya Negeri yang diambil dari cerita para Patriot Energi dalam kegiatan pengabdian di wilayah 4T.