Pemanasan Global dan Inklusivitas Ekonomi Indonesia

Pemasanan global adalah tantangan serius yang memiliki dampak signifikan di Indonesia. Negara kepulauan seperti Indonesia merasakan dampak pemanasan global dalam berbagai aspek kehidupan.

Pertanian, lingkungan alam hingga sosial ekonomi adalah beberapa sektor yang memiliki dampak utama dari pemanasan global di Indonesia.

Salah satu gejala dari pemanasan global yang paling terasa di Indonesia adalah perubahan pola cuaca yang ekstem. Tidak menentunya iklim dengan kenaikan suhu rata-rata, peningkatan curah hujan dan kejadian alam seperti banjir, kekeringan semakin sering terjadi.

Peningkatan udara tentu berdampak negatif terhadap produktivitas pertanian dan Kesehatan manusia.

Mengutip Republika.id Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim saat ini bahkan lebih mengerikan dari ancaman pandemi kemarin. “Tanpa agenda perubahan iklim, PDB global bisa terpangkas 11 persen sampai 14 persen pada pertengahan abad ini,” kata Perry di Bali, Kamis (30/3).

Perry Warijo juga menambahkan sangat penting adanya langkah antisipasi yang harus dimulai sejak dini.

Dalam realitasnya perubahan iklim menyebabkan kaum marginal yang merasakan dampak paling signifikan.

Kegagalan panen membuat petani tidak mampu lagi menanam dan mau tidak mau menjual aset ladang dan sawah untuk bisa bertahan hidup. Jika pun bertahan para petani tidak berharap anaknya meneruskan profesi sebagai petani karena semakin tidak menjanjikan.

Sawah Banjir
Sumber : Freepik

Perubahan suhu laut juga berdampak buruk pada keanekaragaman hayati di perairan Indonesia yang memaksa para nelayan untuk melaut lebih jauh dari bibir pantai.

Hal tersebut juga bukan tanpa konsekwensi bagi para nelayan. Semakin jauh melaut berarti semakin banyak bahan bakar yang dipakai dan menyebabkan biaya operasional semakin melambung. 60-70% biaya operasional nelayan melaut adalah BBM.

Pada tahun 2022 ratusan kapal nelayan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah tidak melaut karena tingginya biaya operasional, sedangkan hasil melautnya minim.

Pada Republika Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pati Rasmijan menjelaskan jumlah kapal yang tidak melaut mencapai 500-an kapal.

Baca Juga : Kawah Candradimuka Bagi Pemuda-Pemudi Indonesia yang Ingin Mengabdi pada Ibu Pertiwi

Kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global juga mengancam ribuan pulai di Indonesia.

Wilayah pesisir dan daerah rawan banjit lebih rentan terhadap ancaman naiknya permukaan air laut, yang dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur dan memaksa penduduk untuk bermigrasi.

Hal-hal yang disebutkan di atas berpotensi memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi di Indonesia.

Kelompok Masyarakat miskin dan marginal lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, karena mereka memiliki sumber daya yang terbatas untuk beradaptasi.

Kesenjangan sosial dan ekonomi bisa semakin membesar jika tidak ada upaya mitigasi dan adaptasi yang tepat.

Perlu adanya upaya sistematis dan komprehensif dalam mengurasi emisi gas rumah kaca, pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap perubahan iklim.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta menjadi kunci dalam menjaga kelestarian lingkungan dan ekonomi sambal tetap memastikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bagikan:

Baca Juga

Leave a Comment